Taman Budaya Kalteng : Rumah yang Menghidupkan Kembali Napas Seni dan Budaya Daerah
Di jantung Kota Palangka Raya, tepat di antara hiruk-pikuk aktivitas kota yang terus berkembang, berdiri sebuah tempat yang setiap bulannya tak pernah sepi dari denting gamelan, lantunan syair, dan tepuk tangan penonton. Tempat itu adalah UPT Taman Budaya Kalimantan Tengah, yang kini tengah menjelma menjadi ruang hidup bagi para seniman dan pecinta budaya.
Di bawah kepemimpinan Wildae D Binti, Taman Budaya Kalteng terasa kembali menemukan denyutnya. Tak hanya menjadi gedung pertunjukan atau ruang pameran semata, kini tempat ini benar-benar menjadi “rumah” bagi seniman, pelaku seni, dan komunitas budaya dari berbagai penjuru daerah.
Dengan visi “Terwujudnya Taman Budaya yang Terpercaya dan Terdepan dalam Melaksanakan, Mengelola, dan Mengembangkan Seni Budaya,” Wildae berupaya mewujudkan ruang yang bukan sekadar melestarikan, tapi juga menghidupkan dan menumbuhkan seni agar relevan dengan zaman.
Setiap bulan, Taman Budaya tak pernah kehabisan agenda. Dari pementasan tari tradisi Dayak, musik etnik, hingga teater eksperimental dan pameran seni rupa, semuanya mendapat tempat di sini. Tak jarang, panggungnya menjadi ajang pertemuan antara seniman muda dengan maestro-maestro tua yang masih setia berkarya. Pertemuan lintas generasi ini menjadi salah satu bentuk nyata dari misi Taman Budaya: menjaga kesinambungan tradisi sambil membuka ruang bagi inovasi.
Langkah kecil yang berbuah besar juga tampak dari pemanfaatan galeri pameran. Ruang yang dulunya hanya digunakan untuk memajang karya seni rupa, kini kadang disulap menjadi ruang pertunjukan sanggar kecil, tempat latihan, atau diskusi budaya. “Kami ingin semua ruang di sini hidup, bisa dimanfaatkan siapa pun yang punya semangat untuk berkarya,” tutur Wildae dengan nada hangat.
Perubahan itu membawa dampak nyata. Taman Budaya kini tak lagi eksklusif, melainkan terbuka bagi siapa pun yang ingin mengekspresikan kreativitasnya. Sanggar-sanggar lokal, komunitas, hingga paguyuban dari berbagai kabupaten mulai sering hadir, membawa warna budaya masing-masing. Dari sinilah, jaringan kesenian Kalimantan Tengah mulai menguat—sebuah jejaring yang mempertemukan pelaku seni dari Barito sampai Kapuas, dari Gunung Mas hingga Kotawaringin.
Namun, Wildae tahu bahwa melestarikan budaya tidak cukup hanya dengan panggung dan tepuk tangan. Tantangan terbesar justru datang dari perubahan zaman. Karena itu, ia mendorong para seniman muda untuk berinovasi—mengolah tema, medium, dan format pertunjukan agar lebih dekat dengan generasi digital. Beberapa kegiatan kini bahkan ditayangkan secara live streaming, menjadi bukti bahwa seni tradisi pun bisa menyesuaikan diri tanpa kehilangan ruhnya.
“Budaya adalah identitas bangsa. Kalau tidak kita rawat dan kita kenalkan, maka akan hilang perlahan,” ujar Wildae.
Di bawah langit Palangka Raya yang perlahan memerah senja, tempat ini terasa hidup—bukan sekadar gedung atau lembaga, melainkan pusat denyut kreativitas dan kebanggaan. Taman Budaya Kalteng kini benar-benar menjadi taman dalam makna yang sejati: ruang tumbuh bagi seni, akar budaya, dan cita-cita mereka yang percaya bahwa warisan leluhur harus tetap bernafas dalam zaman modern.

Tinggalkan Balasan